Renovasi DPR Hanya Bagi-bagi Proyek
JAKARTA--MIOL: Rencana renovasi Gedung DPR yang memerlukan biaya sedikitnya Rp40 miliar dinilai sebagai upaya untuk mengakomodasi bag-bagi proyek dan penghabisan anggaran.
DPR didesak mengoptimalkan penggunaan ruangan di gedung-gedung yang telah ada untuk menampung perkiraan bertambahnya staf ahli dan anggota pada 2009 mendatang.
Demikian diungkapkan oleh Koordinator Bidang Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ibrahim Zuhdi ketika dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Rabu (5/9).
Menurut Ibrahim, alasan pertambahan jumlah anggota DPR hasil pemilihan umum 2009 sebagai dasar melakukan renovasi oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. "Alasan itu terlalu dibuat-buat apalagi UU pemilu yang menentukan jumlah anggota DPR belum disepakati," kata Ibrahim.
Karena itu, lanjutnya, DPR seharusnya melakukan optimalisasi penggunaan gedung DPR yang kini banyak memiliki ruang kosong untuk bisa menampung perkiraan pertumbuhan jumlah staf ahli yang dibutuhkan oleh anggota Dewan.
Ia menilai, rencana renovasi yang biayanya akan diambil dari APBN 2008 sebagai upaya pemborosan karena setiap tahunnya gedung-gedung di DPR sudah memiliki biaya perawatan.
"Kalau DPR tetap bersikukuh proyek itu harus berjalan, bisa diduga ini hanya sebagai proyek saja tanpa melihat sisi kegunaannya. Saya khawatir nanti setelah selesai renovasi dan pembangunan, justru ruang kosong jadi lebih banyak tersedia di DPR. Atau jangan-jangan kalau diteruskan, masyarakat akan menduga pembagian proyek sudah berjalan," ungkap Ibrahim.
Ia mengusulkan, DPR seharusnya membuka secara transparan jumlah kebutuhan ruangan yang dibutuhkan oleh anggota Dewan, staf ahli, dan staf kesekjenan untuk bisa bekerja dengan baik dibandingkan dengan ketersediaan ruangan yang ada saat ini. Keterbukaan itu juga harus didorong oleh sebuah audit dari kantor independen yang memahami masalah perkantoran.
"Jangan sampai kebutuhan tersier justru diutamakan dan menghabiskan dana DPR. Padahal sebetulnya dana itu bisa digunakan untuk kebutuhan primer seperti pengelolaan sistem informasi yang baik sehingga setiap saat masyarakat bisa melakukan akses ke DPR," cetus Ibrahim.
DPR yang Mati Rasa
BADAN Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati sebuah rencana mahal. Gedung DPR akan direnovasi dengan biaya tidak kurang dari Rp40 miliar. Gedung sekarang yang tergolong mewah dianggap tidak lagi memenuhi syarat bagi peningkatan kinerja anggota dewan.
Sepintas alasan itu masuk akal. Tetapi bisa dengan gampang dimengerti alasan sesungguhnya di balik rencana renovasi itu. Apalagi kalau bukan proyek yang bakal menguntungkan sejumlah kalangan di DPR sendiri.
Pada dasarnya seluruh fasilitas Gedung DPR sekarang sangat memadai untuk dijadikan tempat bekerja anggotanya. Merupakan sebuah pengelabuan besar jika memercayai bahwa kualitas kinerja dewan sekarang tidak memadai karena fasilitas pendukung yang buruk.
Dewan sekarang dengan fasilitas bertambah dan gaji yang berlipat ganda ternyata tidak lebih baik daripada dewan di masa lalu. Bahkan banyak yang berpendapat kualitas DPR sekarang lebih buruk.
Kita kehabisan kata-kata untuk menyatakan kekecewaan terhadap sense of priority yang begitu jeleknya di DPR. Sejumlah akademisi yang tidak ingin bersopan-sopan lagi menyebut rencana renovasi itu sebagai keinginan 'orang-orang sakit'. Yang lain menyebut sinis dengan kalimat 'DPR sudah mati rasa'. Yang lain lagi menuding DPR sudah kehilangan urat malu.
Mengapa kehendak yang memalukan seperti ini selalu berulang muncul dari DPR? Jawabnya karena DPR masih digerogoti mentalitas proyek. Ada rezeki dan nafkah yang berlimpah jika proyek juga berlimpah.
Bagi sejumlah orang di DPR, masa bakti yang tersisa dua tahun lagi adalah masa kritis. Oleh karena itu, bila kekuasaan masih berada di tangan, kekuasaan itu harus digunakan sebaik mungkin untuk meraih rezeki. Proyek-proyek yang tidak masuk akal pun harus dipaksakan.
Adalah sebuah pengkhianatan jika DPR terus melaksanakan rencana yang ditentang rakyat. Jika DPR yang melembagakan aspirasi rakyat melawan kehendak dan nurani khalayak, DPR kehilangan legalitas yang paling hakiki dari eksistensinya. Sebab, mereka duduk di parlemen justru untuk memperjuangkan kehendak dan nurani rakyatnya.
Pengkhianatan terhadap nurani publik bisa bertumbuh subur karena mentalitas korupsi yang mengakar dalam. DPR hanya berteriak tentang reformasi di lembaga lain, tetapi tidak mau mereformasi diri sendiri.
Terlihat dengan sangat jelas ketika otoritas bujet DPR ditentukan sendiri, kerakusan tidak terbendung. Dan, seperti mudah diduga, kerakusan yang tidak mengenal malu itu dipicu kepentingan pundi-pundi individu di lembaga itu.
Kalau sebuah proyek atau rencana yang tidak masuk akal tetap saja dijalankan, bisa ditebak muncul jaring-jaring konspirasi kerakusan. Salah satunya keterkaitan antara pemenang proyek dan pemegang otoritas.
Jadi, DPR sebenarnya sangat asyik memerankan antitesis. Di mulut mereka berteriak tentang perang terhadap korupsi, tetapi dalam praktik mereka mengadopsi tata cara korupsi yang hendak mereka perangi. Itulah yang disebut sebagai pengkhianatan.
Bila otak kotor, hati keruh, dan tangan gatal, seluruh kepatutan dilabrak. DPR sudah tidak bisa membedakan lagi mana yang patut dan mana yang tidak. Mana yang bisa dan mana yang bisa, tapi tidak boleh.
Bila mentalitas rakus dan korup bersemi dalam sanubari wakil rakyat, mereka tidak bisa lagi membedakan mana keinginan dan kebutuhan. Renovasi Gedung DPR yang menelan biaya Rp40 miliar adalah keinginan yang belum menjadi kebutuhan. Oleh karena itu, tidak boleh dilaksanakan
Home »Unlabelled » Renovasi DPR Hanya Bagi-bagi Proyek
Cheria Bandung
Graha Internasional ( Bank of Tokyo ) Lt3 Jl. Asia Afrika No.129, Bandung 40112

{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar