PILKADA Aceh pada 11 Desember pekan depan adalah penantian yang amat penting. Penting karena perhelatan demokrasi ini bagian dari implementasi Perjanjian Helsinki 15 Agustus 2005. Penting karena baru pertama kali dalam sejarah pilkada di negeri ini memilih gubernur dan seluruh bupati dan wali kota di 19 kabupaten/kota. Penting karena bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ikut serta dalam proses demokrasi setelah hampir 30 tahun berada di luar gelanggang.
Aceh akan memasuki babak baru yang paling ditunggu. Sebanyak 2,6 juta lebih manusia secara serentak akan memilih para pemimpin mereka di 8.471 tempat pemungutan suara. Pilkada Aceh akan menjadi pembuktian siapa pilihan rakyat yang bakal memimpin Tanah Rencong itu.
Perjanjian Helsinki telah menjadi perhatian dan pujian dunia. Bahkan, PBB hendak menjadikan perjanjian itu model penyelesaian di berbagai negara yang mempunyai perang saudara. Karena perjanjian damai itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinominasikan menerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Karena itu, wajar kalau pilkada Aceh juga menjadi perhatian besar dunia. Wajar kalau ada 30 orang pemantau independen asing akan mengawasi jalannya perhelatan demokrasi di provinsi berpredikat Serambi Mekah itu. Wajar pula demi suksesnya pilkada Aceh, 15 ribu polisi akan dikerahkan untuk mengamankan jalannya pesta
demokrasi.
Karena merupakan etalase dunia, wajarlah jika pilkada Aceh harus menjadi pembuktian yang tidak main-main. Sukses pilkada Aceh tidak saja penting bagi rakyat Aceh dan Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Inilah contoh sebuah konflik bersenjata yang berlangsung 30 tahun tidak saja bisa berdamai, tetapi juga punya kesetaraan politik. Ini contoh yang luar biasa, proses damai yang tidak hanya di atas kertas, tapi juga terbukti dalam tataran implementasi.
Sudah seharusnya seluruh elemen bangsa ini punya visi yang sama, bahwa pilkada Aceh harus sukses. Para kandidat gubernur dan wakil gubernur telah berikrar damai. Sebuah tekad yang terpuji. Kita mencatat dengan saksama pula komitmen itu. Komitmen untuk menghargai kebebasan pers, tidak menggunakan dana publik untuk kampanye, mengharamkan jual beli suara, tidak mengintimidasi, menyuap, dan melakukan pelecehan terhadap para pemilih. Mereka juga bersepakat menghormati keputusan dan hasil pilkada.
Sebaiknya pula seluruh elemen rakyat Aceh punya ikrar masing-masing untuk tujuan yang sama. Ini penting agar komitmen damai tak hanya milik para elite, tetapi juga milik seluruh rakyat Aceh. Penyelenggara pilkada, Komisi Independen Pemilihan, haruslah menjadikan pilkada Aceh bagian dari proses politik yang membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat.
Khusus bagi para pemantau asing, yang sengaja diundang pemerintah Indonesia, jangan menjadikan pilkada Aceh bagian dari proyek politik untuk ikut campur terlalu jauh sehingga mengganggu jalannya proses demokrasi. Kita semua, khususnya rakyat Aceh, akan sangat berterima kasih jika para pemantau benar-benar melakukan pengawasan
yang tujuannya untuk transparansi dan akuntabilitas pilkada.
Sebab, harus diakui, bangsa ini dalam soal integritas dan kejujuran memang buruk. Pilkada Aceh mestinya memperlihatkan bukti yang lain. Bukti yang membanggakan rakyat Aceh dan bangsa Indonesia. Yakni, sukses pilkada dengan cara yang bersih.***
Aceh akan memasuki babak baru yang paling ditunggu. Sebanyak 2,6 juta lebih manusia secara serentak akan memilih para pemimpin mereka di 8.471 tempat pemungutan suara. Pilkada Aceh akan menjadi pembuktian siapa pilihan rakyat yang bakal memimpin Tanah Rencong itu.
Perjanjian Helsinki telah menjadi perhatian dan pujian dunia. Bahkan, PBB hendak menjadikan perjanjian itu model penyelesaian di berbagai negara yang mempunyai perang saudara. Karena perjanjian damai itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinominasikan menerima penghargaan Nobel Perdamaian.
Karena itu, wajar kalau pilkada Aceh juga menjadi perhatian besar dunia. Wajar kalau ada 30 orang pemantau independen asing akan mengawasi jalannya perhelatan demokrasi di provinsi berpredikat Serambi Mekah itu. Wajar pula demi suksesnya pilkada Aceh, 15 ribu polisi akan dikerahkan untuk mengamankan jalannya pesta
demokrasi.
Karena merupakan etalase dunia, wajarlah jika pilkada Aceh harus menjadi pembuktian yang tidak main-main. Sukses pilkada Aceh tidak saja penting bagi rakyat Aceh dan Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Inilah contoh sebuah konflik bersenjata yang berlangsung 30 tahun tidak saja bisa berdamai, tetapi juga punya kesetaraan politik. Ini contoh yang luar biasa, proses damai yang tidak hanya di atas kertas, tapi juga terbukti dalam tataran implementasi.
Sudah seharusnya seluruh elemen bangsa ini punya visi yang sama, bahwa pilkada Aceh harus sukses. Para kandidat gubernur dan wakil gubernur telah berikrar damai. Sebuah tekad yang terpuji. Kita mencatat dengan saksama pula komitmen itu. Komitmen untuk menghargai kebebasan pers, tidak menggunakan dana publik untuk kampanye, mengharamkan jual beli suara, tidak mengintimidasi, menyuap, dan melakukan pelecehan terhadap para pemilih. Mereka juga bersepakat menghormati keputusan dan hasil pilkada.
Sebaiknya pula seluruh elemen rakyat Aceh punya ikrar masing-masing untuk tujuan yang sama. Ini penting agar komitmen damai tak hanya milik para elite, tetapi juga milik seluruh rakyat Aceh. Penyelenggara pilkada, Komisi Independen Pemilihan, haruslah menjadikan pilkada Aceh bagian dari proses politik yang membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat.
Khusus bagi para pemantau asing, yang sengaja diundang pemerintah Indonesia, jangan menjadikan pilkada Aceh bagian dari proyek politik untuk ikut campur terlalu jauh sehingga mengganggu jalannya proses demokrasi. Kita semua, khususnya rakyat Aceh, akan sangat berterima kasih jika para pemantau benar-benar melakukan pengawasan
yang tujuannya untuk transparansi dan akuntabilitas pilkada.
Sebab, harus diakui, bangsa ini dalam soal integritas dan kejujuran memang buruk. Pilkada Aceh mestinya memperlihatkan bukti yang lain. Bukti yang membanggakan rakyat Aceh dan bangsa Indonesia. Yakni, sukses pilkada dengan cara yang bersih.***
Editorial Media Indonesia
www.pksplus.com
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar