POLITIK hari ini adalah sejarah masa depan. Itu kata para ahli sejarawan. Pemilihan Gubernur DKI yang sudah semakin dekat juga akan menjadi bagian dari sejarah politik bangsa ini.
Kamis (15/3) lalu, telah terjadi perubahan politik yang lumayan signifikan. Hampir seluruh partai, kecuali PKS, yang memiliki kursi di DPRD mendukung Fauzi Bowo sebagai kandidat cagub DKI menggantikan Sutiyoso. Tak hanya itu, sembilan partai gurem juga mendukung Wakil Gubernur DKI tersebut.
Peta politik Jakarta pun sudah semakin jelas dibaca. Kemungkinan, hanya dua kandidat yang akan maju, pertama, Adang Daradjatun yang sejak awal diusung PKS, kedua Fauzi Bowo yang diusung koalisi besar partai yakni, PDIP, Partai Demokrat, Golkar, PPP, PDS dan PBB.
Pertanyaan yang mungkin belum terjawab, adalah mengapa 16 partai itu bersatu dan tiba-tiba mengusung Fauzi Bowo? banyak yang menduga ini adalah kesuksesan skenario Golkar. Partai ini tampaknya sadar betul, dengan jumlah tujuh kursi di DPRD, tak mungkin bisa memenangkan pertarungan melawan PKS sebagai pemenang pada pemilu 2004 lalu di Jakarta, sendirian.
Golkar patut dibilang sukses. Pasalnya, wacana koalisi Jakarta yang sudah muncul sebelumnya, justru partai berlambang pohon beringin ini tidak pernah terlibat. Yang terlibat adalah PDIP, PDS, PPP, PAN dan PKB. Saat itu Golkar tampaknya masih wait and see bahkan terkesan cuek dengan koalisi Jakarta. Namun, ketika deklarasi kemarin, justru para petinggi Golkar paling lengkap dibanding partai lain. Sikap cuek Golkar di awal ini mungkin juga sebagai skenario awal, ‘menjual Fauzi’ kepada partai lain, sehingga partai ini tidak terkesan memaksakan calonnya.
Nah, ketika sudah ada partai yang mengusung Fauzi, yakni PPP dan PDS barulah Golkar mengumumkan dukungannya dan mulai bergerilya menggalang koalisi lebih besar. Bidikannya, dua partai besar di DKI, yakni partai Demokrat dan PDIP. Awalnya, orang menerka, mustahil menyatukan PDIP dan Demorkat di Pilkada DKI. Karena semua tahu, PDIP mengambil sikap opisisi kepada SBY. Namun semuanya berbalik. PDIP dan Demokrat dalam waktu bersamaan menyatakan mendukung Fauzi Bowo. Hingga memunculkan spekulasi, SBY dan Mega telah ‘rujuk’.
Sejak resmi mengusung Foke, Golkar dan kawan-kawan pun mulai menggelindingkan skenario kedua, yakni wacana perlunya empat wakil gubernur DKI masuk dalam revisi UU 34 tahun 1999 tentang Ibukota Negara yang tengah dibahas di DPR. Wacana ini bisa jadi, sebagai daya tarik untuk menggaet partai lain agar mau bergabung dalam koalisi besar. Dengan empat kursi wagub ini, tentu partai-partai bisa menempatkan kader atau ’orang-orangnya’ mendampingi Foke.
Namun, skenario ini harus didukung oleh konstalasi di DPR, di mana semua partai besar bisa bersatu untuk menggolkan wacana empat wagub tersebut dalam revisi UU 34 tahun 1999. Tetapi, dengan dukungan 16 partai, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil, apalagi Demokrat dan PDIP juga masuk dalam koalisi.
Dengan modal 16 partai, mungkin skenario ketiga untuk memenangkan Pilkada DKI juga sudah bisa dibaca. Yakni mengeroyok Adang Daradjatun dengan modal semua mesin partai tersebut melawan mesin PKS. Skenario ‘adu mesin’ dan’‘isu’ yang akan dilemparkan ke publik. Ini tampaknya yang akan kita lihat ke depan. Di sinilah mesin partai akan diuji, apakah masih tokcer, atau malah, meminjam istilah Tukul, ‘kutu kupret.’
Tebar isu tampaknya juga sudah mulai ditabuh. Meski kedengarannya basi, Koalisi besar bersatu mengusung Foke, karena alasan melawan musuh ideologis dan sektarianisme di Jakarta. ideologi atau demi kursi?
rakyatmerdeka
PKS Story

More about → Tiga Skenario Golkar Di Pilkada DKI
Kamis (15/3) lalu, telah terjadi perubahan politik yang lumayan signifikan. Hampir seluruh partai, kecuali PKS, yang memiliki kursi di DPRD mendukung Fauzi Bowo sebagai kandidat cagub DKI menggantikan Sutiyoso. Tak hanya itu, sembilan partai gurem juga mendukung Wakil Gubernur DKI tersebut.
Peta politik Jakarta pun sudah semakin jelas dibaca. Kemungkinan, hanya dua kandidat yang akan maju, pertama, Adang Daradjatun yang sejak awal diusung PKS, kedua Fauzi Bowo yang diusung koalisi besar partai yakni, PDIP, Partai Demokrat, Golkar, PPP, PDS dan PBB.
Pertanyaan yang mungkin belum terjawab, adalah mengapa 16 partai itu bersatu dan tiba-tiba mengusung Fauzi Bowo? banyak yang menduga ini adalah kesuksesan skenario Golkar. Partai ini tampaknya sadar betul, dengan jumlah tujuh kursi di DPRD, tak mungkin bisa memenangkan pertarungan melawan PKS sebagai pemenang pada pemilu 2004 lalu di Jakarta, sendirian.
Golkar patut dibilang sukses. Pasalnya, wacana koalisi Jakarta yang sudah muncul sebelumnya, justru partai berlambang pohon beringin ini tidak pernah terlibat. Yang terlibat adalah PDIP, PDS, PPP, PAN dan PKB. Saat itu Golkar tampaknya masih wait and see bahkan terkesan cuek dengan koalisi Jakarta. Namun, ketika deklarasi kemarin, justru para petinggi Golkar paling lengkap dibanding partai lain. Sikap cuek Golkar di awal ini mungkin juga sebagai skenario awal, ‘menjual Fauzi’ kepada partai lain, sehingga partai ini tidak terkesan memaksakan calonnya.
Nah, ketika sudah ada partai yang mengusung Fauzi, yakni PPP dan PDS barulah Golkar mengumumkan dukungannya dan mulai bergerilya menggalang koalisi lebih besar. Bidikannya, dua partai besar di DKI, yakni partai Demokrat dan PDIP. Awalnya, orang menerka, mustahil menyatukan PDIP dan Demorkat di Pilkada DKI. Karena semua tahu, PDIP mengambil sikap opisisi kepada SBY. Namun semuanya berbalik. PDIP dan Demokrat dalam waktu bersamaan menyatakan mendukung Fauzi Bowo. Hingga memunculkan spekulasi, SBY dan Mega telah ‘rujuk’.
Sejak resmi mengusung Foke, Golkar dan kawan-kawan pun mulai menggelindingkan skenario kedua, yakni wacana perlunya empat wakil gubernur DKI masuk dalam revisi UU 34 tahun 1999 tentang Ibukota Negara yang tengah dibahas di DPR. Wacana ini bisa jadi, sebagai daya tarik untuk menggaet partai lain agar mau bergabung dalam koalisi besar. Dengan empat kursi wagub ini, tentu partai-partai bisa menempatkan kader atau ’orang-orangnya’ mendampingi Foke.
Namun, skenario ini harus didukung oleh konstalasi di DPR, di mana semua partai besar bisa bersatu untuk menggolkan wacana empat wagub tersebut dalam revisi UU 34 tahun 1999. Tetapi, dengan dukungan 16 partai, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil, apalagi Demokrat dan PDIP juga masuk dalam koalisi.
Dengan modal 16 partai, mungkin skenario ketiga untuk memenangkan Pilkada DKI juga sudah bisa dibaca. Yakni mengeroyok Adang Daradjatun dengan modal semua mesin partai tersebut melawan mesin PKS. Skenario ‘adu mesin’ dan’‘isu’ yang akan dilemparkan ke publik. Ini tampaknya yang akan kita lihat ke depan. Di sinilah mesin partai akan diuji, apakah masih tokcer, atau malah, meminjam istilah Tukul, ‘kutu kupret.’
Tebar isu tampaknya juga sudah mulai ditabuh. Meski kedengarannya basi, Koalisi besar bersatu mengusung Foke, karena alasan melawan musuh ideologis dan sektarianisme di Jakarta. ideologi atau demi kursi?
rakyatmerdeka
PKS Story
![]() |