untuk memperebutkan 'Singgasana DKI-1' kian panas. Slamet Kirbiantoro dan Djasri Marin, mantan bakal calon wakil gubernur (balon wagub) yang pernah mendaftarkan diri, plus ikut seleksi pencalonan ke sejumlah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Jakarta, mulai mempermasalahkan 'uang setoran' ke sejumlah partai.
Adalah mantan Pangdam Jaya Mayjen (Purn) TNI Slamet Kirbiantoro yang memulai. Ia dikabarkan meminta PDIP untuk mengembalikan setoran yang pernah ia berikan. Pasalnya, PDIP dinilainya tidak menepati janji.
Mulanya harapan Kirbi, begitu ia biasa disapa, membumbung lantaran dalam beberapa kesempatan di media massa, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI Jakarta, Agung Imam Sumanto; Wakil Ketua DPD, Audy Z Tambunan; dan Sekretaris DPD, Erico Sotarduga pada bulan lalu menyatakan bahwa Slamet Kirbiantoro menjadi harga mati bagi DPD PDIP untuk dipasangkan dengan Foke.
Lihat saja pernyataan Audi Z Tambunan kepada wartawan di Balaikota, Rabu (02/05) silam. ''Ini Jakarta, ibukota negara. Jangan main-main dengan kepentingan pribadi. Jakarta perlu stabil, cawagub Selamet Kirbiantoro harga mati.'' kata Tambunan. Bahkan Agung Imam Sumanto dan Erico Sotarduga menyampaikan hal yang sama kepada wartawan. Pernyataan ketiganyalah yang membuat yakin Mayjen Kirbi akan diusung mati-matian oleh PDIP, mewakili Foke.
Bahkan Audi Z. Tambunan ketika itu menyatakan keyakinannya jika Kirbi sudah disetujui oleh ketua DPD PDI Perjuangan. Pun Audi meyakini jika Kirbi akan mendapat restu dari DPP.
Hari yang ditunggu pun tiba. Pada 30 Mei 2007 pukul 14.30 WIB, bertempat di Sekretariat DPD PDIP, Sekjen PDIP, Pramono Angung; Sekretaris DPD, Erico Sotarduga; Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, Mangara Siahaan, mengumumkan pendamping Fauzi Bowo.
Janji yang berujung pada kekecewaan
Namun bagai disambar petir di siang bolong, lantas terjatuh, dan masih tertimpa tangga. Bagaimana tidak, bukan Mayjen Kirbi yang diumumkan menjadi pendamping Foke. Adalah Mayjen TNI Prijanto, tentara aktif yang masih menjabat Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat yang ditunjuk berpasangangan dengan Foke. ''Saya sakit hati dengan keputusan tersebut. Ada upaya tentara ingin ditarik-tarik kembali dalam dunia politik,'' tegas Kirbi beberapa saat setelah pengumuman tersebut.
Nah, didasarkan pada kekecewaan itulah Kirbi berniat menagih uang sebesar Rp 1,5 miliar, saat mengikuti seleksi cawagub PDIP. Di luar PDIP, Kirbi juga mengikuti proses penjaringan di PPP, PBB, dan parpol lain yang tergabung dalam Koalisi Jakarta.
Menurut pengakuan Kirbi, ide menagih modal itu muncul saat dirinya disambangi sekelompok orang asal Maluku yang hendak membantu menagih uang ke PDIP beberapa waktu lalu. Kirbi mengaku tidak mengenal orang tersebut. Namun karena berniat membantu, Kirbi pun setuju bantuan tersebut. ''Saya tidak mengenal mereka. Karena mereka berniat mau bantu saya. Ya, saya percaya saja,'' kata mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen ABRI (BIA) yang sekarang berubah nama menjadi BAIS.
Akhirnya niat itu terlaksana. Pada Kamis (14/06) pukul 19.00 WIB, dengan percaya diri, empat orang asal Maluku itu mendatangi Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI Jakarta di Jl Tebet Raya, Jakarta Selatan. ''Mereka menagih ke Pak Agung Imam Sumanto,'' kata sekuriti yang wanti-wanti namanya tidak mau disebut.
Namun, menurut pengakuan Slamet Kirbiantoro, dirinya tidak pernah meminta orang lain untuk menagih uang ke PDIP. ''Saya sakit hati dan memang mau menagih. Tapi tidak pernah menyuruh mereka,'' kata Kirbi Jumat (15/06). Enta apa sebabnya, saat tiba di lokasi, keempat orang asal Maluku itu mendapat perlakuan kasar dari HAR dan MUS yang merasa ''rumahnya'' diganggu.
Cekcok mulut terjadi, hingga akhirnya bentrok fisik pun tak terhindarkan. Hasil laporan gabungan yang dihimpun Polda Metro Jaya pada Jum'at (15/06), karena tidak seimbang dan terdesak, keempat debt collector itu lari tunggang langgang. Har dan Mus kemudian mengejar mereka hingga Wisma Tebet.
Salah satu dari keempat debt collector itu, M. Saleh (43), warga Kampung Rawa Teratai RT 02 RW 02, Cakung, Jakarta Timur akhirnya mendapat bacokan dengan senjata tajam pada bagian lengan. M. Saleh akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Internasional. Saat ini, kasus tersebut akan ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Djasri Marin pun berniat tagih ''setoran''
Kisruh tagih-menagih setoran tidak berhenti sampai di situ. Mantan Danpuspom TNI, Mayjen (Purn) Djasri Marin tak kalah kecewa berat dengan ulah delapan parpol yang semula akan mendukungnya sebagai cawagub DKI Jakarta. Menurutnya, untuk perjuangan tersebut, Djasri yang telah mengikuti prosedur pendaftaran resmi cawagub mengaku telah merogoh koceknya sedalam Rp 2 miliar. ''Parpol kan maunya macam-macam,'' katanya kesal
Menurut Djasri, jumlah uang yang digelontorkan untuk parpol jumlahnya berbeda, bergantung pada besar kecilnya partai tersebut. ''Kalau partai besar malu-malu, tidak ditarget. Tapi kalau partai kecil minta. Kayak PPP itu untuk mendaftar minta Rp 50 juta. Alasannya untuk ini itu,'' urai Djasri pada Jum'at (15/06) sore.
Apakah itu bagian dari penipuan? dengan tegas Djasri mengamini bahwa itu bagian dari penipuan. Karena itu, dirinya berniat untuk menuntut balik sejumlah parpol yang sudah 'memalaknya'. ''Saya memikirkan untuk menuntut balik mereka. Seandainya parpol itu mendukung kita, terus kalah, itu tidak apa-apa. Tapi ini nggak. Dukung orang lain, tapi duit kita diambil. Curang ini. Partai telah melakukan pembodohan,'' katanya kesal.
Saat ditanya mengenai modus setor-menyetor yang dilakukan para kandidat cawagub terhadap parpol, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan, ''Kenapa mau pada saat itu, sudah tahu permainan politik kayak gitu. Itu konsekuensinya, memang politik kan banyak bohongnya juga. Kita kalau sudah main politik harus tahu resiko yang harus dihadapi,'' tandas Sutiyoso.
Dianggap Bagian black propaganda
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua Informasi dan Komuniakasi DPD propaganda hitam (black propaganda) yang sengaja disebar oleh kelompok yang sadar betul jika kandidat gubernur DKI Jakarta hanya dua pasang, mereka pasti kalah.
Pria yang akrab disapa Yoedha ini pun bilang, PDIP adalah partai yang sejak awal selalu mengumandangkan jargon 'anti politik uang'. ''Jika si kandidat sadar betul akan hal itu, dan masih melakukan politik uang, itu adalah tindakan bodoh,'' katanya kepada Berpolitik.com pada Jum'at (15/06) petang.
Karenanya Yoedha berharap agar para kandidat, baik Foke-Prijanto maupun Adang-Dani, tidak melakukan black propaganda dalam pilkada DKI Jakarta. ''Warga Jakarta adalah masyarakat rasional makin cerdas. Karena itu, bila salah satu kandidat melakukan kesalahan atau tindakan negatif, maka karier politiknya akan selesai,'' kata Yoedha.
Lantas, bagaimana jika para ''korban parpol'' itu menunjukkan bukti-bukti bahwa mereka telah dimintai uang dengan alasan uang pendaftaran dan sebagainya? Dengan tegas, mantan aktivis dari Universitas Indonesia ini bilang, ''Silahkan saja kalau dia punya bukti. Kalau dia menyuap, secara hukum yang menyuap juga salah. Artinya mereka juga akan terkena sangsi hukum.''
Home »Unlabelled » Uang Setoran Para Balon wagub
Cheria Bandung
Graha Internasional ( Bank of Tokyo ) Lt3 Jl. Asia Afrika No.129, Bandung 40112

{ 2 komentar... read them below or add one }
dari dulu khan sudah ketahuan bahwa si moncong putih bukan partai wong cilik tetapi partai wong licik jadi wajar kalau ini terjadi
Anonymous said...
Wahai Mujahid & Mujahidah...
Istiqomahlah dan berjuanglah...
Susungguhnya Janji Allah SWT pastilah BENAR dan akan PASTI datangnya...
Tetaplah bersemangat,Allahu Akbar !!!
Posting Komentar