Ancaman menggunakan hak interpelasi diajukan 132 anggota DPR. Pemicunya adalah kasus Iran. Yaitu, karena pemerintah dinilai mencla-mencle, tidak konsisten memihak atau membela Iran. Seperti diketahui, pemerintah mendukung Resolusi 1747 yang memberi perluasan sanksi terhadap Iran terkait program nuklirnya.
Resolusi yang dikeluarkan 24 Maret itu didukung 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, termasuk Indonesia dan Qatar sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mewakili kawasan Timur Tengah.
Dukungan Indonesia atas resolusi itu menuai reaksi keras di dalam negeri,termasuk dari para wakil rakyat di Senayan. Bahkan, Ketua DPR Agung Laksono turut meneken usulan penggunaan hak interpelasi tersebut.
Interpelasi ialah hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
DPR menganggap dukungan pemerintah atas Resolusi 1747 itu sesuatu yang berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, layak bagi DPR untuk menggunakan hak interpelasi.
Usulan untuk menggunakan hak interpelasi sesungguhnya sudah sering dilakukan Dewan tanpa membuahkan hasil. Sebagian ditarik kembali para pengusul sebelum masuk rapat paripurna, sebagian lagi kandas di sidang paripurna. Lebih ironisnya lagi, para pengusul justru tidak mendukung usulan mereka sendiri ketika pengambilan suara di rapat paripurna. Itulah fakta ketika voting atas interpelasi impor beras.
Sikap plintat-plintut yang dipertontonkan anggota dewan selama ini mengundang kecurigaan bahwa hak interpelasi dipakai sebagai alat tawar-menawar dengan pemerintah. Proses tawar-menawar itu tentu saja bermotif politik dan ekonomi yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan rakyat.
Interpelasi juga sering dipakai anggota dewan untuk gertak sambal agar pemerintah mendekati mereka. Setelah ada saling 'pengertian' di antara mereka, interpelasi pun hilang di tengah jalan dan anggota dewan berubah menjadi corong kebijakan pemerintah. Perubahan sikap itu dibumbui alasan sudah bisa memahami penjelasan pemerintah. Misalnya, terkait dengan rencana interpelasi atas kasus katering haji.
Setiap kebijakan pemerintah yang disambut dengan penggunaan hak interpelasi justru mengikis daya magis hak interpelasi itu sendiri. Yang terjadi ialah inflasi hak interpelasi. Hal ini seiring dengan kelemahan DPR yang banyak disoroti masyarakat, yaitu watak oportunistik yang menjangkit di kalangan anggota DPR maupun di tubuh fraksi sebagai perpanjangan tangan partai. Watak oportunistik itulah yang menyebabkan mereka tidak konsisten bersikap. Mendukung dan menentang kebijakan pemerintah tergantung tarif.
Di mata publik, hak interpelasi DPR sudah tidak ada lagi harganya. Nilainya nol, bahkan nol besar. media indonesia
PKS Story
![]() |
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar