Tampilkan postingan dengan label NU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NU. Tampilkan semua postingan

NU Jadi Target Barat dan Kelompok Fundamentalis

Diposting oleh Cheria Holiday on Sabtu, 31 Maret 2007

Cendekiawan Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Baso mengungkapkan, NU dengan kekayaan tradisi keagamaan, budaya, dan sosial yang dimiliki, belakangan ini menjadi target negara Barat, Amerika Serikat (AS), dan kelompok fundamentalis Timur Tengah.

Baso dalam bedah buku "NU Studies" di Semarang, Sabtu mengatakan, Barat dan kelompok fundamentalis melalui jaringannya di Indonesia sama-sama ingin mengubah tradisi keagamaan yang selama ini dijadikan acuan NU. Oleh kelompok liberal, kata penulis sejumlah buku tentang pemikiran Islam itu, tradisi NU dijadikan target atau sasaran kritik, termasuk pendidikan pesantren, kiai, dan kitab kuningnya.

Demikian pula kelompok-kelompok Islam garis keras yang banyak disokong negara-negara Timur Tengah kaya minyak, kata Baso, juga menganggap tradisi NU penuh dengan kemusyrikan, takhayul, dan kurafat. "Kedua kelompok itu sama-sama tidak mau terikat dengan kiai, yang katanya feodal dan seperti dewa yang disembah-sembah," katanya.

Karena ada kesamaan target, Baso menduga, "Jangan-jangan kedua pendekatan (dua kelompok tersebut, red) sama-sama bersumber dari satu desain tunggal, sebab semua pendekatan ini menempatkan NU, baik sebagai jamiah maupun jemaah, dalam posisinya sebagai obyek (maf'ulun bih). Mereka sama-sama mengeksploitasi basis keagamaan dan pondasi sosial komunitas NU."

Karena itu, menurut Baso, sudah saatnya nahdliyin menelaah NU dalam konteks globalnya, karena dalam konteks inilah ormas Islam terbesar di Indonesia ini menjadi target dari sejumlah proyek dari luar, dari Timur Tengah maupun Barat, terutama AS.

Ia memberi contoh, sekelompok orang yang meledakkan Gedung WTC pada 11 September 2001 bukan orang Indonesia, tapi orang Timur Tengah. Mestinya, kata Baso, kampanye AS melawan terorisme dan promosi Islam moderat diarahkan ke Timur Tengah. "Tetapi AS justru datang juga ke Indonesia dengan kampanye dan 'kecap' nomor satu. Apa kepentingannya datang ke Indonesia?," katanya.

"Di sinilah pentingnya kalangan kiai dan pesantren membuka 'siyaqul kalam' (konteks, red) dari kampanye perang melawan terorisme dan promosi Islam moderat," katanya. Baso menuding Ulil Abshar Abdala dan Masdar Farid Masudi, yang besar dalam komunitas dan tradisi NU, merupakan penumpang ke sekian dari gerbong kereta besar kolonialisme dan imperialisme.

Pemikiran kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) yang dimotori Ulil, disebut Baso sebagai fundamentalisme neoliberal, karena sudah bermain-main ayat untuk sesuatu yang politis dan ideologis. "Seakan-akan dalam pandangan mereka, menjadi liberal identik dengan kebajikan moral, sementara yang tidak liberal dianggap berakhlak rendah," katanya.

Pendekatan Barat
Pendekatan Barat yang dilakukan untuk mengubah tradisi NU, katanya, melalui berbagai cara, seperti kelembagaan dengan datangnya duta besar negara Barat kepada pengurus NU dari tingkat pusat hingga bawah.

Pendekatan lain, melalui isu HAM, pluralisme, toleransi, maupun isu kesetaraan gender, terutama pada anak muda NU yang gandrung pada LSM yang bergerak di bidang demokrasi dan pluralisme. Kemudian melalui pendekatan kurikulum dan sekolah, misalnya dengan upaya menggantikan pelajaran jihad membela agama, negara, dan bangsa, digantikan dengan pendidikan kewargaan (civis education).

"Kalau jihad diganti dengan 'civic education' maka komunitas pesantren akan kehilangan karakter kebangsaannya dan tidak lagi membela agama, bangsa, dan negara," katanya. Pendekatan lain yang digunakan Barat, katanya, melalui media dan permainan isu, seperti menyuarakan pentingnya kehadiran kelompok-kelompok Islam progresif atau moderat dan membangun saling pengertian dan pemahaman Islam dan Barat.

Masalah, menurut Baso, media ibarat pedang bermata dua, kadang mencerahkan, kadang membodohi bahkan malah memanasi dan memprovokasi suatu peristiwa. "Pembusukan terjadi ketika media melakukan 'framing' (pembingkaian, red) bahwa yang mendukung RUU APP (Antipornografi dan Antipornoaksi) dianggap konservatif dan kolot, sedangkan yang menolak dianggap sebagai progresif dan reformis," katanya.


Menghadapi ancaman tersebut, katanya, NU bersama Muhammadiyah tidak tinggal diam. K.H. Hasyim Muzadi dan Dien Samsudin (Ketua Umum PP Muhammadiyah) telah menyatukan langkah untuk menegakkkan kerukunan sosial dan kesatuan nasional.

NU dan Muhammadiyah juga menolak tegas segala bentuk ketundukan dan campur tangan asing dalam bentuk apa pun, kata Baso. Bedah buku itu juga menghadirkan cendekiawan Islam, Dr. Abu Hapsin, Prof. Dr. Masykuri Abdullah, dan Dubes RI untuk Qatar, Abdul Wakhid Makhtub. antara/mim

PKS StoryWirausaha Indonesia




More aboutNU Jadi Target Barat dan Kelompok Fundamentalis

PBNU:Darah Tercecer di Iran, RI Bertanggung Jawab

Diposting oleh Cheria Holiday on Kamis, 29 Maret 2007

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menyatakan pemerintah Indonesia harus ikut bertanggung jawab atas dukungan perluasan sanksi terhadap Iran yang diputuskan Dewan Keamanan (DK) PBB di New York, Amerika Serikat, Sabtu (24/3).

"Kalau ada darah tercecer di Iran, Pemerintah Indonesia harus ikut bertanggung jawab," kata Hasyim usai mengikuti acara Deklarasi Baitul Muslimin Indonesia di kantor DPP PDIP, Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis.

Hasyim menjelaskan, dukungan Indonesia atas Resolusi DK PBB nomor 1747 yang memberikan sanksi tambahan terhadap Iran atas program nuklirnya sudah terlanjur dilakukan.

Kebijakan itu, lanjut Hasyim, telah menunjukkan bahwa Indonesia telah berpihak pada upaya Amerika Serikat dan Israel untuk menyerang Iran.

"Itu adalah alat legitimasi pada tahap awal untuk menyerang Iran," kata doktor honoris causa bidang peradaban Islam itu.

Oleh karenanya, jika perang AS-Iran benar-benar terjadi, maka Indonesia menjadi salah satu negara yang harus ikut bertangung jawab, katanya.

Sebelumnya, Hasyim menegaskan, meski pemerintah Indonesia mendukung sanksi terhadap Iran, NU tetap konsisten mendukung Iran dan negara-negara lain di Timur Tengah yang menjadi korban ketidakadilan.

"NU sikapnya jelas yaitu selalu memperkuat yang benar, bukan membenarkan yang kuat. NU melakukan gerakan moral, bukan gerakan kepentingan. Kita semua berdoa sukses untuk bangsa Iran, Irak dan Palestina dalam meraih haknya yang sah," katanya.

Pada Sabtu (24/3), DK PBB menjatuhkan sanksi tambahan bagi Iran melalui Resolusi 1747. Rancangan resolusi yang dirumuskan Inggris, Prancis, dan Jerman itu disepakati secara bulat oleh 15 negara anggota DK PBB, termasuk Indonesia.

Resolusi itu memperluas sanksi atas Iran yang ditetapkan pada Desember 2006 dalam Resolusi 1737. Di antara isi Resolusi 1747 adalah larangan secara menyeluruh ekspor senjata Iran maupun pembatasan penjualan senjata ke Iran.

DK PBB juga membekukan aset milik 28 lembaga atau perorangan yang berhubungan dengan program nuklir dan rudal Iran. Iran juga dibatasi untuk memperoleh bantuan keuangan.

DK PBB memberi batas waktu 60 hari setelah resolusi agar Iran menghentikan program nuklirnya. Jika diabaikan, DK bisa mengambil langkah yang lebih pantas berupa sanksi ekonomi, bukan militer.(*)

Copyright © 2007 ANTARA

PKS StoryWirausaha Indonesia




More aboutPBNU:Darah Tercecer di Iran, RI Bertanggung Jawab

Cheria Bandung

Cheria  Bandung
Graha Internasional ( Bank of Tokyo ) Lt3 Jl. Asia Afrika No.129, Bandung 40112

Info Haji Bandung