Sikap pemerintah yang tiba-tiba berbalik menyetujui pengenaan tambahan sanksi pada Iran setidaknya dipertanyakan pada dua hal. Pertama, keseriusan dukungan Indonesia terhadap pengembangan nuklir untuk tujuan damai. Kedua, besarnya solidaritas Indonesia terhadap sesama negara muslim.
Meski mulai Presiden hingga Menlu sudah memberikan penjelasan, publik dan kalangan DPR dinilai belum bisa menerima keterangan yang disampaikan kalangan pemerintah. Pertanyaan kunci yang berkembang, apakah kita benar ditekan oleh Amerika Serikat. Ini terkait dengan pertanyaan selanjutnya: apakah yang kita (tidak) dapat dengan memberikan persetujuan itu.
Isu yang berkembang cukup beragam. "Iran membatalkan kesepakatan untuk memberikan bantuan dan kerjasama ekonomi," kata seorang pengamat intelejen. Diimbuhinya,"Indonesia ditekuk lobi kalangan yahudi." Sumber lain bercerita, Indonesia bakal dipersempit ruang gerak barang-barang ekspornya ke AS dan sejumlah negara Eropa jika tak mendukung resolusi tersebut.
Menyangkut solidaritas sesama negara muslim, Wapres Jusuf Kalla secara implisit sudah menyebut tidak adanya keberatan negara Islam terhadap sikap Indonesia.
Apa Pasal? Iran, bagaimanapun, bak pedang bermata dua bagi negara-negara arab. Di satu sisi, kekuatan militernya harus diakui bisa memberikan perimbangan terhadap kekuatan militer Israel. Tapi, di sisi lain, Iran bagaimanapun dengan mudah dikategorisasikan sebagai negara Islam Syiah yang menjadi ancaman sejumlah negara arab yang didominasi aliran suni. "Eskpor revolusi" yang pernah mencuat pada awal 1980-an merupakan sesuatu yang tak bisa dilupakan para penguasa negara arab yang umumnya berbentuk kerajaan.
Kecanggungan sikap negara-negara arab itulah yang diperediksi tak bakal menggulirkan penentangan yang keras dari kalangan Islam di dalam negeri. Bagaimanapun, meski menghormati Iran, banyak pemimpin muslim di Indonesia juga meragu. Soalnya, kepentingan membatasi ruang gerak kalangan Syiah di dalam negeri tetap menjadi agenda penting bagi sejumlah pimpinan muslim di Indonesia. Karena itu, mesti menyuarakan penentangan, tak ada reaksi yang cukup signifikan dilakukan.
Menyangkut interpelasi, ada dua sikap yang berkembang. Pertama, ada keraguan interpelasi ini akan bernasib sama dengan interpelasi lainnya yang pernah digagas kalangan anggota DPR. Terlebih, dengan sangat baik, Anas Urbaningrum yang juga politisi Partai Demokrat, menunjukkan bahwa pilihan interpelasi untuk kasus resolusi ini agar mengherankan karena sebenarnya ada banyak persoalan yang lebih urgen di dalam negeri yang semestinya disikapi kalangan DPR.
Karena itu, kedua, ada kecurigaan bahwa interpelasi ini akan menjadi kuda troya untuk menggoyang pemerintahan SBY-Kalla. Yang menarik, politisi Golkar kembali bersuara keras, sedangkan Jusuf Kalla berada dalam posisi membela kebijakan pemerintahan yang juga dipimpinnya.
Dus, ada gosip lain mengapa sikap golkar seperti terbelah. Golkar mau menunjukkan kepada pemerintah bahwa parpol-parpol pendukungnya tak punya kesetiaan. Artinya, SBY diminta untuk lebih akomodatif kepada Golkar dalam perombakan kabinet.
Begitulah, mulanya interpelasi...ujungnya bisa apapun.
Perjalanan Interpelasi
Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia turut menyatakan persetujuan terhadap resolusi DK-PBB No 1747 yang berisikan penambahan sanksi bagi Iran. Sanksi ini dijatuhkan menyusul penolakan Teheran untuk menghentikam pengayaan uraniumnya.
Resolusi 1747 ini menjatuhkan sanksi yang lebih berat kepada Iran.Yakni, (1) pembekuan aset 28 orang dan organisasi yang terkait dengan program nuklir dan misil Iran dan (2) permintaan agar semua negara dan lembaga keuangan internasional untuk tidak membuat komitmen baru dalam rangka hibah,bantuan keuangan dan pinjaman lunak kepada pemerintah Iran.
Pilihan mendukung resolusi ini menuai gerakan interpelasi yang digagas sejumlah anggota DPR. Interpelasi diajukan DPR untuk mempertanyakan sikap pemerintah dalam Resolusi 1747 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB
Interpelasi ini digagas, antara lain, oleh: Yuddy Chrisnandi (Golkar), Sidharto (PDIP), RK Sembiring Meliadan (F-PDI Perjuangan), Untung Wahono (Fraksi PKS), Bachrum R Siregar (Fraksi PBR), Ali Mochtar Ngabalin (F-BPD), dan Fraksi Effendy Choirie (F-PKB).Hingga Jumat (30/3) petang, sudah 278 anggota dewan menandatangani dukungan untuk melakukan interpelasi.
Untuk menandingi gerakan interpelasi ini, sempat dilakukan pertemuan para pimpinan fraksi dengan kalangan pemerintah yang diwakili Menko Kesra Aburizal Bakrie di Hotel Darmawangsa. Dari 10 fraksi, dilaporkan F-PDIP dan F-PAN tidak menghadiri pertemuan yang gagal membuahkan kesepakatan itu.
Belakangan, Wapres Jusuf Kalla melontarkan tiga opsi yang disiapkan pemerintah untuk menanggapi keinginan dewan menggelar interpelasi ini. Yaitu, pertama, pemerintah akan menjelaskan sikapnya mengenai isu nuklir Iran di Komisi I DPR. Kedua, memberikan penjelasan tertulis ke DPR, dan ketiga, jika interpelasi disetujui, Presiden akan memberikan penjelasan.Berpolitik

{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar