Masa Depan PKS
Nurhasan Zaidi
Wakil Sekretaris Jenderal PKS
Visi 2009 PKS adalah menjadi partai dakwah yang kokoh untuk melayani dan memimpin bangsa. Visi tersebut cukup jelas dan konkret. Sebagai partai dakwah yang selama ini dikenal dengan predikat bersih dan peduli, ke depan PKS tentu harus lebih dari itu. Bangsa ini memerlukan orang-orang kokoh dalam segala aspek. Jangan sampai PKS hanya dapat menikmati citra bersih dan peduli, tapi tanpa mampu melakukan kapitalisasi potensinya untuk perubahan bangsa dan negara.
Peran PKS di legislatif secara umum cukup bisa membuktikan kebersihan dan kepeduliannya terhadap segala persoalan kebangsaan. Namun pascakemenangan pilkada yang telah dicapai PKS, konsistensi kebersihan dan kepedulian PKS yang selama ini telah terbangun, mulai dipertanyakan masyarakat? Eksistensi PKS dipertanyakan kembali oleh masyarakat. Setelah PKS mulai berperan di tingkat eksekutif, mereka menagih janjinya, rakyat telah lama hak-haknya terabaikan. Akankah PKS mengulangnya kembali? Inilah logika instan masyarakat yang harus dijawab.
Medan dakwah yang harus dihadapi PKS di legislatif sangat berbeda dengan medan serupa di eksekutif. Persoalan di eksekutif jauh lebih kompleks, terutama menyangkut persoalan birokrasi yang sampai saat ini belum tersentuh reformasi. Inilah salah satu persoalan utama PKS yang menyebabkan belum optimalnya program reformasi di eksekutif. PKS masih disibukkan dengan persoalan reformasi di internal pemerintahan, sehingga pada akhirnya agenda pelayanan masyarakat yang menjadi salah satu tugas utamanya kurang perhatian yang cukup. Hal ini yang dianggap PKS mulai dianggap kurang bersih dan peduli lagi.
Karakter gaya kepemimpinan di eksekutif tidak hanya mempertahankan citra bersih dan peduli yang selama ini telah dibangun PKS, tapi diperlukan lagi kepemimpinan pemberani, kokoh, dan profesional. Gaya kepemimpinan seperti ini tentu akan berisiko dan pasti ada pihak yang merasa dirugikan. Tentunya perubahan harus dilakukan secara gradual, tapi tetap dipastikan bahwa agenda reformasi harus tercapai.
Menuju 2007
Memasuki tahun 2007, tantangan PKS semakin berat. Setelah sukses merealisasikan Visi 2004 yaitu menjadi partai Islam yang berpengaruh di tingkat nasional, terlihat dari beberapa indikasi adanya penokohan PKS di tingkat nasional yang belum menguat. Begitu pun dalam berbagai isu dan tema kebangsaan, PKS belum menjadi pemuka pendapat.
PKS harus mengulang kembali sukses besar berikutnya. Bila periode PKS 1998-2004 telah berhasil membangun eksistensi, untuk periode ini harus mampu membuktikan kembali bahwa PKS menjadi partai dakwah yang kokoh untuk mampu melayani dan memimpin bangsa sesuai Visi 2009 PKS. Untuk merealisasikannya, konsolidasi internal dengan program yang massif perlu selalu diperkokoh, apalagi di tengah persoalan kebangsaan yang belum berubah secara signifikan.
Masa bakti program kerja PKS periode ini telah memasuki tahun ketiga. Sementara di hadapan kita tidak terasa waktu semakin dekat. Masa efektif kerja partai maupun pemerintahan SBY tinggal satu tahun. Mulai 2008, seluruh kerja kepartaian mulai sibuk dengan urusan Pemilu 2009. Artinya kesuksesan Pemilu 2009 terukukur sejauh mana kesuksesan yang diraih pada 2007 ini.
Partai dakwah dan kekuasaan
Logika terminologi partai dakwah sejak berdiri PKS pada awalnya dipertanyakan publik. Antara logika partai, dakwah dan kekuasaan adalah logika yang sepertinya memiliki 'dunia' yang berbeda. Sebetulnya istilah partai Islam atau partai dakwah punya esensi yang sama. PKS menyebut dirinya partai dakwah untuk menunjukkan tidak adanya dikotomi antara politik, dakwah, dan kekuasaan.
Saat bergabungnya seluruh ormas Islam dengan Masyumi, hakikatnya juga membawa misi partai dakwah sebagaimana juga yang dipahami PKS. Dalam perjalan sejarah kita melihat, ketika kekuasaan tanpa ada nilai-nilai dakwah yang mengawalnya, maka kekuasaan akan cenderung aniaya. Setelah Masyumi dipaksa bubar oleh orde lama dan orde baru, kediktatoran dan kedzaliman muncul dan menyengsarakan rakyat. Bahkan pengaruhnya hingga kini masih terasa. Tidak ada ideologi lain, kecuali ideologi yang berketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila yang mampu mengontrol kekuasaan.
Arsitek dakwah abad ini Syekh Yusuf Qaradhawi. Dalam kunjungan resminya atas undangan Presiden SBY belum lama ini, Qaradhawi menyatakan, rakyat Indonesia telah membuktikan bahwa demokrasi dan Islam bisa sejalan, agama dan negara merupakan satu kesatuan. Indonesia telah menjadi contoh terbaik bagi demokrasi, sekaligus untuk tetap menerapkan prinsip Islam yang moderat. Untuk itu sangat aneh bila ada orang di era demokrasi saat ini ingin memisahkan Islam, dakwah, dan politik.
Partai dakwah atau partai Islam paling tidak sampai saat ini, masih menjadi saluran misi dakwah yang paling efektif untuk memberi warna perubahan. Kemunkaran terbesar justru ada pada lingkup kekuasaan. Pemerintahlah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab memberi legitimasi berbagai macam kemunkaran di masyarakat.
Partai Islam sebagai bagian dari gerakan dakwah, telah membuat kesempatan emas di alam demokrasi ini untuk memberi kontribusi yang lebih besar pada negara. Amar ma'ruf mungkin masih bisa dilakukan oleh ormas Islam dan lembaga dakwah, tapi nahyul mungkar hanya akan efektif dan optimal bila dilakukan melalui partai dakwah. Dengan demikian, kekuasaan politik itu menjadi strategis bagi misi dakwah itu sendiri.
Masa depan politik
Ada ungkapan yang menarik, dari seorang pimpinan partai nasionalis terbesar di Indonesia. Kata dia, "Bila PKS sudah membawa panji-panji kebenaran yang datangnya dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, sudah pasti kita akan kalah semua, untuk itu izinkan kami juga membawa panji kebenaran ini dari Allah." Sebetulnya cukup banyak partai-partai nasionalis saat ini yang di dalam misi kuat bernuansa religius. Mudah-mudahan ungkapan tersebut tulus, dan PKS akan mendukungnya. Bagi PKS, fenomena ini bukan disikapi sebagai kompetitor, tapi lebih merupakan peluang positif untuk saling menggiatkan fastabiqul khairat dalam membangun bangsa menuju yang lebih baik. Bangsa ini sebetulnya kuat dengan nuansa religiusnya, tinggal bagaimana mendorongnya agar lebih berkembang dan berkualitas dalam kesadaran beragamanya.
Bangsa ini harus dibangun secara bersama-sama. Indonesia tidak akan bisa dibangun hanya oleh sekelompok orang. Penduduk bangsa ini yang sebagian besar beragama Islam, siapa pun dan dimana pun partainya, pada hakikatnya secara keyakinan tetap membawa syiar Islam. Semangat ini penting untuk menghadapi problem hegemoni globalisasi dan kapitalisme yang sedang mengepung dunia ketiga, yang dihuni sebagian besar Muslim.
Begitu pun dalam percaturan politik dunia, posisi lobi politik Indonesia seringkali tidak menguntungkan. Untuk itu dalam kontek ini, seluruh kekuatan partai politik keagamaan maupun nasionalis dan komponen lainnya harus sadar betul, perlunya kebersamaan menghadapi semua persoalan ini. Nasionalisme harus di atas kepentingan golongan, untuk menghadapi globalisme yang merugikan.
Dunia melihat Indonesia ke depan sebagai negara dan bangsa yang akan menjadi salah satu aktor dunia. Pada posisi ini, kita harus memiliki harga diri dan posisi tawar yang bagus di mata dunia. Untuk itu, semua yang menjadi penentunya adalah stabilitas politik dalam negeri.
Kata kunci stabilitas, sangat ditentukan oleh kualitas partai dan kualitas rakyat. Keduanya harus menjadi perhatian serius pemerintah sebagai aset terbesar bangsa ini. Pembodohan dan intimidasi untuk mempertahankan kediktatoran seperti di era orde baru sudah tidak boleh terulang lagi dalam sejarah bangsa ini. Bila terulang, Indonesia akan mundur dan hanya akan menjadi sapi perahan globalisasi. Secara lebih jauh, hal ini juga mengancam keutuhan NKRI yang sudah lama terbangun.
Ikhtisar
- Problem birokrasi masih menjadi kendala utama bagi PKS untuk menjalankan reformasi di lingkungan eksekutif.
- Memasuki 2007, juga terlihat indikasi belum menguatnya penokohan PKS di tingkat nasional.
- Dengan kondisi tersebut, PKS ingin mewujudkan dirinya sebagai partai dakwah yang juga berkepentingan dengan kekuasaan.
- Partai dakwah atau partai Islam, masih menjadi saluran misi dakwah yang paling efektif untuk memberi warna perubahan.
Sumber : Republika Opini
Muslim Mobile Media
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar