Perpecahan Palestina Berlarut

Diposting oleh Cheria Holiday on Minggu, 17 Juni 2007

Perpecahan di Palestina masih berlarut. Presiden Palestina yang berasal dari faksi Fatah, Mahmoud Abbas, Sabtu (16/6), menolak seruan agar bertemu dengan pimpinan Hamas, Khaled Meshaal. Orang dekat Abbas, Yasser Abed Rabbo, mengatakan Abbas menolak tawaran Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, yang bersedia mempertemukan keduanya.

''Tidak akan ada dialog dengan mereka yang melakukan eksekusi terbuka di Gaza,'' tegas Rabbo dalam konferensi pers yang digelar di Ramallah (Tepi Barat). ''Dialog hanya mungkin terjadi jika Hamas menarik pasukannya dari institusi yang mereka kuasai dan membubarkan milisinya dan kelompok Meshaal yang harus dibubarkan terlebih dahulu,'' lanjutnya.

Meshaal, Jumat (15/6) malam, mengatakan bersedia berdialog dengan Abbas. Dalam konferensi pers yang digelar di Damaskus (Suriah), Meshaal mengatakan tidak ada niat dari Hamas untuk merebut kekuasaan di Palestina. Yang dilakukan Hamas, tegasnya, memang dibutuhkan untuk memulihkan situasi yang selama ini jauh dari hukum dan peraturan.

''Kami tidak berniat merebut kekuasaan karena kami setia kepada rakyat Palestina. Tetapi yang terjadi di Jalur Gaza adalah sebuah kebutuhan karena rakyat Palestina telah lama menderita akibat kekacauan dan lemahnya keamanan. Kami ingin merombak aparat keamanan Palestina berdasarkan kualitas dan tidak atas dasar kelompok,'' tegas Meshaal.

Situasi di wilayah Palestina baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat hingga Sabtu (16/6) terus memanas. Di Tepi Barat, ratusan anggota sayap militer Fatah, Brigade Martir Al-Aqsa, menyerbu institusi yang dikuasai Hamas di sejumlah kota di Tepi Barat, termasuk gedung parlemen dan kantor perdana menteri di Ramallah, kementerian pendidikan dan dalam negeri di Hebron, dan kementerian urusan agama dan kantor dewan kota Nablus di Nablus.

Di Parlemen, mereka mencoba menahan Wakil Ketua Parlemen Hassan Kreisheh yang berafiliasi dengan Hamas tetapi digagalkan oleh sejumlah anggota parlemen dari Fatah. Usai menjalankan aksinya, mereka mengibarkan bendera mereka dan Palestina di bagian tertinggi bangunan tersebut.

Ratusan anggota dan pejabat Fatah yang melarikan diri dari Jalur Gaza telah tiba di Tepi Barat melalui perlintasan Erez. Sebagian dari mereka tinggal di hotel dan sebagian lagi langsung menggelar pertemuan dengan Abbas untuk menyusun kabinet baru. Abbas sendiri terus menggalang kekuatan dan mengumpulkan dukungan internasional.

Menurut penasihat Abbas, Nabil Abu Rudeina, sebelumnya Abbas berharap kabinet baru sudah bisa dilantik Sabtu sore. Namun Rabbo secara terpisah mengatakan hal itu tidak mungkin dan paling cepat kabinet baru Palestina akan diumumkan Ahad sore. Rudeina mengatakan kabinet baru akan lebih ramping, terdiri dari 10-12 menteri dengan tugas utama membujuk Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (EU), dan Israel, menghentikan sanksi keuangan mereka. Ketiganya menghentikan bantuan keuangan setelah Hamas memenangi pemilihan umum (pemilu) parlemen awal 2006.

AS telah berjanji secepatnya mengucurkan kembali bantuan keuangan ke Palestina. Hal ini dikatakan Konsul Jenderal AS di Yerusalem, Jacob Walles, saat bertemu dengan Abbas di Ramallah, Sabtu. Hanan Ashrawi, anggota parlemen Palestina dari kubu independen, mengatakan kabinet pimpinan Fayyad menghadapi tugas yang tak mudah. Salah satunya adalah mencegah situasi di Jalur Gaza tidak merembet ke Tepi Barat.

Dari Gaza City, Hamas menyebut setiap kabinet baru yang dibentuk Abbas tidak sah. Wakil Ketua Parlemen, Ahmed Bahar, dari Hamas mengatakan setiap bentuk pemerintah baru adalah ilegal karena tidak mendapat persetujuan parlemen.

Hamas terus berusaha memulihkan situasi di Jalur Gaza. Hari itu juga Ismail Haniya yang dipecat dari jabatan perdana menteri oleh Abbas, Kamis (14/6), menunjuk Mayor Jenderal Said Fanouna sebagai kepala keamanan Palestina yang baru menggantikan Kamal Sheikh. Haniya juga memerintahkan dikerahkannya pasukan elite Hamas untuk menjaga sejumlah kawasan strategis.

Namun, penjarahan dilaporkan masih terjadi di berbagai tempat. Kediaman pemimpin Palestina, Yasser Arafat, di Gaza City juga tak luput dari penjarahan. Saksi mata mengatakan penjarah mengambil furnitur, barang pribadi Arafat, hingga hiasan dinding di vila tersebut. Vila tersebut kosong sejak ditinggalkan Arafat pada 2001 ke Tepi Barat, tak lama setelah kebangkitan Intifada. ap/afp/lan

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Cheria Bandung

Cheria  Bandung
Graha Internasional ( Bank of Tokyo ) Lt3 Jl. Asia Afrika No.129, Bandung 40112

Info Haji Bandung